schorphioto
multimedia photo exhibition “retrodiksi”

Retrodiksi adalah proses di mana pengamatan, peristiwa, dan data masa lalu digunakan sebagai bukti untuk menyimpulkan proses yang menghasilkan sesuatu di masa kini. Retrodiksi mempunyai asumsi induktif, yaitu bahwa keteraturan di dunia cenderung bertahan melalui waktu. Metode ini cenderung menggunakan argumen inferensi kausalitas atau sebab akibat, serta argumen tanda. Bandung Photography Month tahun ini mengangkat tema domestik sehingga akhirnya untuk proyek bersama Grup Scorphioto (yang beberapa anggotanya merupakan penggagas Bandung Photography Month), kuratorial diarahkan untuk mengingat identitas diri. Sehingga tema ini mengharapkan respon dari para fotografer untuk berkarya tentang asal-usul masing-masing atau tentang sesuatu yang membuat kita atau lingkungan sekitar terbentuk seperti sekarang melalui bukti data yang berorientasi ke masa lalu.

Karya fotografi sangat berkaitan dengan retrodiksi karena fotografi dapat menangkap ‘sebagian’ fakta akan sesuatu di masa tertentu. Dalam pameran kali ini, para fotografer merespon dengan metode yang beragam mulai dari mendokumentasi bukti yang telah ada, reka-ulang kejadian di masa lampau, bahkan manipulasi image. Karya Hary Reynaldi, Krisna Satmoko, Kusnadi dan Deni Sugandi adalah salah satu contoh karya yang menggunakan metode dokumentasi bukti yang ada dan dengan melihat hal tersebut kita dapat menganalisa yang terjadi di masa lampau. Sedangkan karya Edwin Djuanda menggunakan metode reka-ulang. Untuk metode manipulasi image sendiri digunakan untuk mengemukakan pikiran, pengetahuan serta perasaan yang ada di masa lampau yang terproyeksikan di masa kini. Metode tersebut dipraktekkan oleh Ray Bachtiar Dradjat. Sedangkan yang menggabungkan reka-ulang serta manipulasi image sehingga menimbulkan persepsi baru terjadi dalam karya Dody S. Mawardi dan Roy Genggam.

Identitas diri sangat berkaitan dengan asal-usul atau yang membentuk kita sebagai manusia seperti sekarang. Maka dari itu sangat lumrah apabila beberapa pameris mengangkat tema orang tua atau leluhur, bahkan mencoba reka-ulang hal yang terjadi di masa pengasuhan orang tua. Hal tersebut dapat kita temukan pada karya ‘Romel de Bombel’ yang mendokumentasikan benda-benda peninggalan orang tua dan menurunkan kebiasaan tersebut pada dirinya. Sedangkan karya lain yaitu ‘Telanjang Kaki’ lebih ke arah mengingat kejadian berkesan dari masa pengasuhan. Menariknya, ada juga karya yang mengangkat tema tersebut dari sisi geografi atau tata kota yang telah berubah tetapi kita masih bisa menemukan jejak rekam masa lalu dalam fotonya. Hal tersebut dapat ditemukan dalam serialAntroposen di Intra Plate Jawa’ dan ‘Cicadas in Time’.

Dalam kasus manipulasi image serta metode gabungan pada tema ini mempunyai efek berbeda-beda dalam hal mengingat identitas diri. Karya serial ‘Aku’ mencoba untuk mengerti persoalan leluhur melalui sosok Dewi Sri secara filosofis, dan bagaimana hal tersebut teraplikasikan di masa kini melalui refleksi dirinya. Sedangkan karya ‘Psycho Obscura’ mengingatkan kita akan manusia yang terbentuk melalui pengalaman hidup, khususnya pengalaman getir yang tak terlupakan dan membentuk kepribadian diri seseorang. Sedangkan dalam serial ‘Gajah Seto’ yang menggabungkan dua metode sekaligus yaitu manipulasi-image dan dokumentasi bukti yang ada merupakan langkah retrodiksi yang berkaitan dengan persepsi di masa lampau tentang sosok Gajah itu sendiri dengan fakta yang ada ketika bertemu langsung di lapangan.

KURATOR : Prisanti Myristica

bersama
deni sugandi @denisugandi
dody sm @dody_sm
edwin djuanda @edwindjuanda_my_work
harry reynaldi @harsoshreinaldi
kusnadi @kusnadimungkul
krisna satmoko @saicis
ray bachtiar @raybachtiarstudio_
roy genggam @roygenggam
kurator : prisanti myristica @pris_____
13 – 16 november 2021
opening
13 november 2021
18.30 – 19.30
hall tengah pasar antik cikapundung
kota bandung

Categories:

Tags:

No responses yet

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *